Oknum Guru Bebani Murid LKS, LSM GP3H : Kami Akan Laporkan

Logo LSM GP3H.(foto: Sony)





Pasuruan (DeltaXNews) - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2021/2022 sudah mulai beberapa bulan lalu dan pembelajaran daring pun dimulai. Namun dibalik itu ada UPT Sekolah Negeri disinyalir melakukan pungutan, bahkan terkesan mengabaikan Permendikbud.

Seperti yang terjadi di salah satu SDN 1 yang ada dikawasan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, diduga, setiap murid diwajibkan membeli buku bacaan dan LKS oleh salah satu oknum guru.

Dari keterangan salah satu wali murid, pihak sekolah membebankan setiap murid untuk membayar uang sebesar 90.000 ribu. Tentunya hal ini yang menjadi pertanyaan baginya, lantaran pihak sekolah terkesan mewajibkan.

”Saya tidak tahu dipergunakan untuk apa, yang pasti mengikuti keputusan pihak sekolah, karena takut anak saya bermasalah," ujar wali murid yang namanya minta dirahasiakan.

Wali murid tersebut mengaku keberatan dengan tarikan tersebut, apalagi dengan kondisi ekonomi di saat pandemi seperti ini. Baginya, uang 90 ribu nilainya cukup besar. Namun ia mengaku pasrah meskipun harus terpaksa membayarnya dengan berat hati.

"Terus terang saya keberatan apalagi kondisi ekonomi saat ini. Bagi saya, uang segitu meskipun tidak sberapa, tapi apa daya, terpaksa saya iyakan sekalipun tak sanggup," ungkapnya, sambil menunjukan kuitansi pembayaran.

Sementara itu, saat dikonfirmasi ke pihak sekolah, Delta X News di temui beberapa guru perempuan. Mereka menjelaskan saat itu kepalah sekolah tidak ada dikantor dikarenakan sedang sakit.

"Saya tidak berwenang menjawab pertanyaan bapak, biar kepalah sekolah saja yang menjelaskan. Saya di sini sebagai guru," ujar salah satu guru di ruang guru, Senin (09/08/2021).

Menanggapai hal itu, Anjar selaku Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Pemuda Pemudi Pengamat Hukum ( LSM GP3H) menjelaskan, adanya tarikan tersebut pihaknya menilai bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Sebab terdapat unsur pungutan di dalamnya dengan meminta sejumlah uang dan ditetapkan pembayarannya hingga waktu tertentu. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (b) Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No 75 Tahun 2016 Tentang Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang; melakukan pungutan dari peserta didik maupun orang tua atau walinya.

"Perlu dipahami di sekolah reguler tidak ada istilah istilah Mal tetapi istilah donasi atau partisipasi, dan menurut saya arti yang terkandung dalam bahasa tersebut sangat berbeda," kata Anjar.

Menurut Anjar, sudah jelas dari keterangan tersebut, bahwasannya apapun alasan atau istilah yang digunakan untuk menarik uang di sekolah, tidak di perkenankan sesuai peraturan yang berlaku. Kata dia, komite atau pihak sekolah terkesan tidak mempertimbangkan kondisi saat ini.

"Kami siap melaporkan ke Dinas Pendidikan Jawa Timur dan instansi terkait, dan kami akan lakukan pendalaman dengan adanya kuitansi tersebut," tegasnya.



Reporter : Sony
Editor      : Bw
Lebih baru Lebih lama

Featured Video