![]() |
| Proyek HIPPA di Desa Banjarkemantren |
Sidoarjo (DeltaXnews) - Proyek HIPPA tahun anggaran 2021, Desa Banjarkemantren Kecamatan Buduran jadi sorotan. Pasalnya, pelaksanaan program tersebut diduga tidak menerapkan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) dan alat bantu kerja.
Ketua LSM Gerakan Aspirasi Rakyat (GASPIRA) Winarno SH mengatakan, dari hasil investigasinya, proyek yang bersumber dari APBN sebesar 195 juta di Desa Banjarkemantren ini, diduga pelaksanaannya asal asalan. Sebab, pada pelaksanaan pemasangan batu dan pondasi dilakukan secara manual tidak menggunakan mesin molen pengaduk semen. Sehingga kualitas pencampuran semen dengan pasir diragukan kekuatannya.
"Jika tidak mengunakan mesin, bagaimana kualitas tingkat pencampuran antara semen dan pasir bisa rata dan maksimal," ujar Winarno, Jumat (28/5/2021).
Tak hanya itu, menurut Winarno, dalam pengerjaan proyek ini ketua Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPKD) diketahui jarang terlihat tanpa membawa gambar dena proyek untuk dikontrol. Sehingga, dinilai tidak tahu secara jelas kekurangan dan kualitasnya bangunan. Bahkan, mulai awal pembangunan, proyek ini menggunakan semen SNI merk gresik, namun saat ini pengerjaan dialihkan menggunakan semen merk lain.
"Tadi saat kami cek, ternyata benar bangunan tidak kuat, saya pegang agak keras ternyata mudah gempal bagian pinggirnya. Dengan adanya hasil investigasi ini, kami akan melakukan pendalam dan kajian lagi untuk kami laporkan," ujarnya.
![]() |
| Winarno SH |
Ketua TPKD program proyek HIPPA Banjarkemantren saat dikonfirmasi di lokasi, Selasa (25/5/2020), Dwi Edy Purnomo mengatakan, pihaknya dalam melaksanakan pembangunan HIPPA ini sengaja tidak menerapkan K3, termasuk tidak menggunakan alat bantu pengaduk semen dan pasir menggunakan molen. Lantaran hal itu, kata dia, sesuai intruksi pendamping desa tidak perlu, agar pengerjakannya lebih cepat. Bahkan penggantian semen yang bermula dari Semen Gresik ke semen lain pun, juga intruksi pendamping desa.
"Kata pendamping desa gak boleh pakai molen, katanya biar cepat," ujarnya.
Sementara itu, Konsultan bangunan, Niko menyebut, proyek yang menggunakan anggaran uang negara harus dikerjakan sesuai Setandar Operasional Prosedur (SOP). Sebab, jika tidak sesuai SOP bangunan yang dihasilkan akan memiliki kualitas renda. Sehingga bangunan tidak tahan lama, dan cepat rusak.
"Jika bangunan rusak dalam waktu dekat siapa yang akan bertanggung jawab, jika dibiarkan maka jelas negara yang dirugikan," ujar Niko.
Menurut Niko, dalam pengerjakan proyek semua ada regulasinya, tidak hanya sekedar membangun asal-asalan, apalagi proyek pemerintah. Teknik pengerjaan termasuk alat bantu kerja harus memadai sesui SNI teknik sipil, serta keselamatan pekerja lebih utama harus diperhatikan. Bahkan kata Niko, pada tahun 2020 pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan pelaksanaan K3 secara nasional. Ini antara lain menyempurnakan peraturan perundang-undangan, serta standar dibidang K3, termasuk menyesuaikan pelaksanaan K3 pada masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
"Sangat disesalkan jika ada proyek pemerintah tapi mengerjakannya asal-asalan," tandasnya.
Reporter : Handoko
Editor : bw

