![]() |
| forum rapat koordinasi yang dilakukan Komisi D dengan OP Kesehatan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Sidoarjo.(foto : ist) |
Sidoarjo (Delta X News) - Pelaksanaan vaksinasi massal yang beberapa kali digelar Pemkab Sidoarjo ternyata menyisakan persoalan terkait hubungan antar lembaga yang ada di kota delta. Khususnya antara Dinas Kesehatan sebagai leading sector kegiatan itu dengan Organisasi Profesi (OP) Kesehatan.
Fakta itu terungkap di forum rapat koordinasi yang dilakukan Komisi D dengan OP Kesehatan di Ruang Rapat Paripurna DPRD Sidoarjo, Jumat (06/08/2021) kemarin siang yang berlangsung hingga sore hari.
OP yang hadir dalam forum tersebut diantaranya dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Ahli Farmasi Indonesia Indonesia (PAFI) dan Rumah Sehat Sidoarjo (RSS).
Selain itu hadir pula perwakilan dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah dan beberapa lembaga pendidikan bidang kesehatan lainnya di Kabupaten Sidoarjo.
Dalam kesempatan itu mereka mengeluhkan soal penyelenggaraan vaksinasi massal yang mengabaikan protokol kesehatan. Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran dari para relawan yang dilibatkan dalam kegiatan itu.
“Terus kalau kemudian ada diantara mahasiswa kami yang tertular Covid, bagaimana? Apalagi kalau sampai media tahu dan memberitakan mahasiswa Umsida positif covid, tentu nama baik institusi kami yang tercoreng,” ujar perwakilan Umsida.
Yang kemudian ingin ia pertanyakan, apakah kemudian Dinkes Sidoarjo mau bertanggungjawab misalnya dengan memberikan akses perawatan di rumah sakit jika sampai terjadi kefatalan terhadap kondisi kesehatan mereka.
“Kami sudah membantu Dinkes dengan sukarela tanpa mendapatkan honor. Jadi tolong perhatikan juga anak-anak kami yang diperbantukan disana,” harapnya yang diamini para pimpinan OP Kesehatan lainnya.
Kalimat senada juga disampaikan Ketua IDI Sidoarjo, dr Edy Santoso. Ia mengaku tak mempermasalahkan soal ketiadaan honor tersebut, namun ia meminta kegiatan vaksinasi massal itu dilakukan di hari Sabtu atau Minggu jika Dinkes ingin melibatkan para dokter anggota organisasinya.
“Tiap hari kami juga punya tugas di rumah sakit, belum lagi yang buka praktek. Kalau di hari-hari itu, tentu akan lebih banyak lagi dokter yang bisa kami minta untuk melayani disana karena mereka sedang libur,” katanya.
Menurutnya, selama ini pihak OP tidak pernah diajak berkoordinasi terkait upaya penanggulangan pandemi Covid ini. Kalau pun Dinkes bersurat pada mereka, paling hanya sebatas permintaan bantuan pelibatan anggota untuk mendukung program pemerintah.
Ketegangan bahkan sempat terjadi antara Ketua PPNI, Hariyanto dengan utusan dari Dinkes Sidoarjo. Biangnya adalah pernyataan Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan, dr. Noer Amalis Sholehah itu yang menuding pada OP tersebut tak pernah mendukung programnya.
Salah satunya adalah saat Dinkes meminta keterlibatan PPNI di shelter isolasi terintegrasi yang ditempatkan di empat wilayah eks kawedanan Sidoarjo.
Ia juga menyebut PPNI selalu mengirim anggota melebihi jumlah yang diminta saat vaksinasi massal sehingga membuat jatah nasi kotak yang disediakan tidak cukup.
Tentang keluhan dari Umsida tadi Noer Amalis juga berkilah. “Lho, apa bisa dipastikan mereka tertular di vaksinasi massal itu. Mereka khan ketemu dengan banyak orang di luar kegiatan itu,” elaknya.
Ujaran itu memancing kemarahan Hariyanto. Ia mengatakan bukan persoalan mudah untuk menggerakkan anggotanya karena mereka juga bekerja di instansinya masing-masing. Sehingga ia harus mencari perawat yang pada jam-jam dan hari-hari itu sedang bebas tugas sehingga bisa menyumbangkan waktu dan tenaganya secara sukarela di shelter isolasi.
Begitu juga dengan kerja sosial yang dilakukan saat vaksinasi massal. “Acaranya itu mulai pagi sampai sore. Jadi saya harus siapkan orang sebagai pelapis karena yang tugas pagi harus pergi ke tempat kerjanya,” ujarnya dengan nada tinggi.
Reporter : Jaludieko
